Pulanglah, kesempatan terbatas dan tak bisa diulang.
Kematian pasangan suami isteri di Magelang dirumahnya tanpa diketahui
orang lain selama lebih kurang 1 minggu..
ini memberikan pelajaran bagi kita sbg anak.. rawatlah orang tua bersama
kita di saat masa tuanya atau kalau mereka tidak mau dan tetap ingin hidup di
rumah mereka sendiri.. hubungilah mereka setiap hari.. kalau tinggal satu
kota.. kunjungilah mereka setiap hari..
Sedih dan haru membaca berita ttg kematian pasangan suami isteri dibawah
ini..
Kemarin sore seorang teman menunjukkan sebuah foto yang ada di WA
RT-Nya, wilayah Mungkin Magelang. Mayat
dua orang sepuh yang sudah membengkak, menghitam dan mulai berair. Saya hanya melihat sekilas karena tidak punya
cukup nyali memandangnya lekat.
Jenasah kakek nenek itu ditemukan beberapa hari setelah kematiannya
oleh menantu dan tetangga. Tak ada yang tahu persis kapan mereka berdua
wafat. Kata polisi kemungkinan sudah
seminggu berlalu. Mereka meninggal tanpa
kata, tanpa pamit dan yang pasti tanpa didampingi oleh anak, menantu dan
cucu-cucunya.
Bukan karena mereka tak punya, namun tak ada satu pun anak yang bisa
menemani dan merawat mereka di hari-hari
tuanya. Anak-anak mereka tinggal di
luar kota.
Lelaki sepuh itu akhirnya
meninggal dalam keadaan duduk
bersandar pada kursi kayu di
ruang tamunya.
Lelaki itu sehari-harinya adalah suami yang merawat istrinya yang stroke
dan sudah tidak bisa beraktivitas apapun kecuali berbaring di tempat
tidur. Polisi memperkirakan kematian
lelaki sepuh ini terjadi lebih dulu. Istrinya menyusul wafat kemudian, banyak
orang mereka-reka : sang istri meninggal karena selama berhari-hari tak makan
minum atau melakukan aktivitaslainnya, karena sang suami yang selama ini
menjadi satu-satunya 'perawat' terlebih dahulu meninggal dunia.
Bisakah anda bayangkan keadaan mereka berdua ?
Saat sang istri memanggil suaminya berkali-kali dalam resah namun tak
ada jawaban apapun. Resah bukan saja
karena ia sendiri merasa lapar, sakit dan tak berdaya. Namun mengkhawatirkan
keadaan belahan jiwa namun tak bisa berbuat apa-apa karena badan tak lagi bisa
digerakkan stroke menahun.
Sang suami juga tak bisa mengabarkan siapapun untuk menggantikannya
merawat istri tercinta. Kematian datang tanpa mengucapkan salam pemberitahuan.
Begitu tiba-tiba dan sangat nyata.
Mereka berdua meninggal di dalam rumah mereka sendiri. Rumah yang menjadi saksi saat pernikahan
mereka bermula, saat mereka melahirkan anak demi anak. Membesarkan anak-anak
mereka dari bayi merah, hingga akhirnya
bisa merangkak perlahan, berjalan, berlari … dan akhirnya pergi sendiri-sendiri
menapaki jalan takdirnya.
Menjadi orang tua memang adalah jalan panjang untuk melepaskan seorang
anak agar mampu menjalani kehidupan mereka sendiri.... karena itulah mengapa kisah pengasuhan anak
menjadi rumit.
Karena pengasuhan telah
melibatkan berjuta ragam emosi dan kenangan.
Anak-anak lahir besar dengan keringat dan airmata orang tuanya : Namun bukan milik orang tuanya.
Orang tua harus ridho melepaskan anaknya menjalani peran kehidupannya
sendiri, suatu waktu. Bahkan saat sang anak memutuskan untuk pergi mengembara
menggapai mimpi-mimpi mereka
Dan bagi orang tua, ternyata berpisah dengan anak itu bukan urusan mudah.
Meski teknologi membuat kita bisa menatap wajah keriput mereka di layar
HP, ternyata tak ada yang bisa mengobati
rindu sebaik dekapan hangat dan ketulusan cinta.
Sebanyak apapun uang tak akan bisa membeli perhatian, senyuman,
dukungan dan pelayanan tulus.
Saya menuliskan ini bukan hendak menyalahkan si anak atau
keluarganya, saya pun tak tahu persis
apa kesulitan mereka. Saya hanya ingin
menuliskan catatan untuk diri saya sendiri.
Mereka adalah pintu
surga yang terbuka. Berbuat baik pada mereka bahkan lebih didahulukan daripada
jihad. Menafkahi mereka adalah
keutaamaan yang besar. Bersabar atas
mereka adalah pahala yang besar dihadapan ALLAH.
Waktu berlalu, usia
mereka bertambah, badan mereka makin lemah,
kematian semakin mendekat. Bukan tentang kematian mereka, namun juga
tentang jatah kematian diri kita. Adakah
yang bisa menjamin bahwa kita bisa setua mereka dan punya waktu untuk
melanjutkan mimpi yang tak ada habisnya ?
Pulanglah, kesempatan terbatas dan tak
bisa diulang. Sempatkanlah pulang, supaya kita bisa memohon maaf atas bakti
yang tak sempurna, atas semua kedurhakaan dan belum mampu kita membahagiakan
mereka.
Pulanglah, karena sampai kita menjadi
orang tua bagi anak-anak kita pun masih saja merepotkan mereka. Pulanglah, untuk mengucapkan terimakasih yang
tak pernah cukup
Jika mereka sakit hari ini, sungguh
sakit mereka pun bisa jadi karena kita anak-anaknya. Masa muda dan kekuatan mereka berkurang untuk
membesarkan kita anak-anaknya.
“Rindu itu berat, hidup dalam sepi
tanpa anak cucu di akhir masa tua itu jauh lebih berat”
Sungguh tak ada orang tua yang ingin
merepotkan anak-anaknya. Tak ada yang ingin sakit di masa lemahnya.
Tak ada yang ingin berhitung budi
dengan anak-anaknya, mereka ikhlas.
Bukan orang tua yang sebenarnya
membutuhkan anak-anaknya. Tapi justru anak-anaknya lah yang sangat membutuhkan
orang tuanya. Karena sadar bahwa amal yang tak seberapa ini, dosa yang banyak
ini hanya bisa lebur dengan amalan istimewa di mata ALLAH.
Salah satunya adalah berbakti pada
orang tua.
Memang tak ada orang tua yang sempurna
namun yang pasti bahwa setiap anak berhutang pada orang tuanya. Bukan tentang nominal angka-angka yang
mereka habiskan untuk membesarkan dan mendidik kita, namun tentang cinta, ketulusan,
perhatian, doa dan pegorbanan yang tak berbilang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar